Pages

24 June 2011

Indonesia (Sedang) di Hisap

“Kekuatan negara-negara penghisap didasarkan atas utang besar yang tidak mampu dibayar oleh negara-negara target penghisapan.”

Kutipan di atas saya ambil dari sebuah web http://www.koraninternet.com/webv2/lihatartikel/lihat.php?pilih=lihat&id=21554   Dengan judul Nasionalisme Ekonomi versus Rendemen Modal.

Saya hanya mengutip beberapa paragraf saja yang bagi saya begitu menyeramkan dan kendati sadar sudah lama, tapi tidak bisa berbuat apa-apa, coba simak ini :

Saya kutip halaman 37 yang mengatakan : “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonom-ekonom Indonesia yang top”.

“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : … buruh murah yang melimpah…cadangan besar dari sumber daya alam … pasar yang besar.”

Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.

Jadi kalau kita percaya John Pilger, Bradley Simpson dan Jeffry Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa.



Coba perhatikan kata "merancang pengambilalihan Indonesia" yang mengingatkan saya pada sebuah buku dengan judul "Sejarah Yang Digelapkan" terbitan Hasta Mitra, dimana perencanaan "pengambil alihan Indonesia" di rancang 4 tahun sebelum terjadinya G30S dan di umumkan di sebuah negara Afrika (kalau tidak keliru).

Cilakanya justru orang kita sendiri yang memberikan jalan untuk penghisapan-penghisapan yang di mulai sejak jaman orde baru / Suharto. Ini kutipannya :

WIDJOJO (Brad Simpson)
Halaman 234

AS sangat dominan mempengaruhi penyusunan undang-undang tentang investasi Indonesia. Seorang konsultan dari Van Sickle Associates yang berdomisili di Denver (yang baru saja menandatangani kontrak bagi hasil untuk pembangunan dan pengoperasian 2 perusahaan plywood) membantu ekonom Widjojo membuat undang-undang tentang penanaman modal asing. Setelah draft-nya selesai, para pejabat Indonesia mengirimkannya ke Kedubes AS di Jakarta dengan permohonan agar Kedubes AS memberikan komentar untuk “perbaikkan-perbaikan yang mencerminkan pendirian para investor AS.” Para ahli hukum dari Kementerian Luar Negeri AS mengirimkan kembali draft undang-undangnya dengan usulan baris demi baris. Mereka keberatan terhadap draft undang-undangnya karena draft tersebut memberikan terlampau banyak kewenangan kepada pemerintah (“too much discretionary authority to the government), dan karena itu merupakan hambatan buat para investor yang potensial (“discouraging to potential investors”), karena sektor BUMN diberi peluang untuk banyak bidang-bidang usaha yang diinginkan oleh perusahaan-perusahaan besar asing yang ingin memasuki sektor-sektor tersebut, terutama perusahaan-perusahaan ekstraktif. Widjojo mengubah undang-undang yang bersangkutan, yang disesuaikan dengan usulan-usulan dari AS, dengan menggunakan kata-kata yang akan menjamin liberalisasi yang maksimal, yang disukainya juga, tetapi sambil menyogok (placating) kaum nasionalis yang selalu waspada terhadap tanda-tanda dari tunduknya Jakarta pada tekanan-tekanan dari Barat. Episode ini mengingatkan kita dengan sangat jelas tentang struktur kekuasaan yang didiktekan oleh para pendukung resim Soeharto dalam hal keputusan-keputusan sangat penting yang dibuat oleh negara-negara merdeka.


Pada bagian akhir tulisan ada komentar Kwik Kian Gie yang secara jelas membuka fakta kebodohan seorang pejabatan negara Gita Wirjawan, Kepala BKPM yang menulis di Kompas tanggal 7 Oktober 2010 halaman 7 dengan judul “Nasionalisme Ekonomi”

Oke, sekarang kearifan apa yang bisa di ambil oleh kita??

Sejak jaman orba bahkan sebelum orba tampil di panggung politik Indonesia, sudah tampak jelas bahwa sebesar-besar kemakmuran isi Negeri sudah menjadi incaran negara besar, apakah itu Amerika, Eropa, Canada, atau Jepang. Dan lalu mereka mengatur strategi yang begitu sistematis untuk menguasainya. Polanya bukan lagi dengan menjajah seperti jaman dulu tapi dengan cara yang lebih 'cerdas' karena penjajahan sudah di larang di muka bumi.

Persoalannya anak bangsa yang duduk di puncak pimpinan, mereka yang katanya memimpin negeri untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia, terbaca oleh mereka (asing) seperti sekelompk anak kecil yang mudah di giring kemana saja. Beri mereka mainan yang mengasyikan dan semuanya beres, di suruh tanda tangan apa saja pasti mereka mau. Dan itulah kejadiannya hingga sekarang.

Bentuk-bentuk "mainan" yang di berikan oleh asing kepada para petinggi Indonesia ga gitu susah koq, wong mereka ga punya nasionalisme. Kasih harta melimpah, keamanan account bank di negeri seberang, beri kapling di negri asing. Itu dalam bentuk materi yang untuk menjaga kelanggengan kekuasaan tujuh turunan.

Yang lain, kembangkan sistem pemerintahan yang korup agar mereka asyik rebutan rejeki. Beri mereka produk-produk teknologi dan barang-barang mewah, tokh mereka hanya bisa menikmati ga akan bisa bikin. Paling banter mereka cuma bisa assembling. Maka pola hidup konsumtif menjadi gaya hidup yang menjadi tujuan setiap insan Indonesia.

Dan bila saatnya tiba, semuanya sudah matang.... bangkrutlah Indonesia. Rakyat dan segenap isi negeri ini cuma bisa bilang "saya memiliki negri"  dan ga pernah lagi bisa bilang "saya menguasani negeri" 

Pantas memang kalau pada suatu obrolan seloroh bebas, seorang kawan mengatakan : "Lebih baik tawarkan saja negeri kita untuk di jajah lagi, tapi bikin perjanjian standar kemakmuran untuk rakyat"

Trus apa gunanya kita sering teriak MERDEKA!!!





2 comments:

  1. I have been looking at lot of different sites for good information… But I have found in your blog…and I've gain knowledge and from your post thanks.

    ReplyDelete
  2. Well done site-very interesting/informative..

    Travel Safe- WORLD TRAVEL UPDATES-FOREIGN TRAVEL GUIDE:

    http://www.travelaskthelocals.yolasite.com

    (Feel free to post on our forum)

    ReplyDelete

Komentar yang berguna, tentunya.....